Hai Sayang..
Aku mulai rindu. Kapan kita berjumpa(lagi)? Untuk sekadar berbagi kisah, bertukar opini. Semoga segera ya. Aamiin.
Aku minta maaf, karena selama ini hanya bisa menyapamu lewat tulisan
Mungkin kau baru sadar, mungkin juga kau tak peduli, tak apa, aku mengerti
Kau suka menulis kan? Boleh kutebak memang iya :)
Meskipun kau cuma menulis di media sosial, entah itu bahagia, bimbang, membara, atau sedang sepi menyedih, aku tau :)
Akupun sama, sebab bagiku, menulis adalah caraku mengungkapkan sesuatu yang tak sempat bahkan tak sanggup kuungkapkan secara langsung
Bukan karena aku pengecut, bukan!
Bukan karena aku tak bersyukur punya mulut, bukan!
Tapi karena sebuah tulisan lebih mampu mewakilkan segala perasaan dan logika yang kita punya
Kau boleh setuju, boleh juga tidak, itu pilihanmu
Pernahkah kau berkeinginan menulis, namun kau urungkan diam-diam?
Jika kau ragu tulisanmu jelek, kenapa begitu? Bukankah kita hanya perlu memulai? Menulis bukan melulu soal bagus kata-katanya kan? Tapi kukira, soal makna jauh lebih utama
Bukankah para penulis termasyhur selalu menjawab "sejatinya tak ada cara menulis yang benar-benar baik" ketika mereka ditanya "bagaimana cara menulis yang baik?"
Karena kupikir, jika memang ada, mungkin kau akan terpaku menggunakan EYD untuk sekadar update status, lucu juga jika harus membayangkannya, misal saja kau akan berkata "nggak penting banget sih lo!" menjadi "tidak penting sekali sih kamu!", terkesan seperti bercanda, tidak serius, orang lain mana mungkin jadi begitu peduli denganmu, tapi orang lain mungkin akan percaya bahwa bisa jadi kamu seorang melankolis, pujangga, atau seorang yang puitis
Kau boleh tau, mungkin juga sudah, aku senang dengan bahasa-bahasa syair atau puisi, yang tidak jarang meliuk-liuk syahdu, aku jadi ingat, guru bahasaku pernah bilang "yang tau pasti arti puisi hanyalah si penulis dan Tuhan" maka terkadang aku lebih suka mengungkapkan kesedihanku, kekecewaanku atau kekesalanku dengan bahasa yang lain, dengan kata yang lebih indah, karena kuingat kita punya bahasa yang mesti dijaga sejak hari sumpah pemuda bukan? karena kita memang tak perlu menyakiti hati orang lain dengan bahasa yang kotor, atau bahkan berapi-api
Mungkin keraguanmu tentang menulis, adalah ragu karena tulisanmu akan dikritik banyak orang? Jika tak ingin dikritik, diamlah. Bahkan di masa ini, engkau yang diam-diam saja tetap dikritik bukan? Oleh orang-orang yang merasa benar, padahal mereka sama buruknya dengan kita, sama-sama tak sampai hati membeli sebuah kereta jenazah kelak ketika mati, yang hanya sanggup sekadar mengganti uang sewa walau betapapun kekayaan harta yang kita miliki
Di luar sana, ada orang yang setuju denganmu bahkan ketika engkau salah, di luar sana ada pula orang yang tak setuju bahkan engkau benar sekalipun. Inilah hidup. Jika semuanya sama, tentu sudah kiamat dari dulu. Maka bergeraklah, karena jika kau tak ingin salah, kau takkan belajar
Bukankah kau ingin memajukan negaramu? Kupikir dengan menulis, siapa yang tau orang-orang di zamanmu akan berpikir lebih maju?
Bukankah kau ingin orang lain setuju dengan kebenaran dan kebaikan dalam keyakinanmu? Menulislah. Siapa yang tau bahwa Allah akan mendatangkan hidayah?
Bukankah kau ingin cintamu terungkapkan? Maka menulislah, siapa yang tau cintamu tersampaikan? Hehe
Jika kau tak tau apa yang harus kau tulis?
Mulailah dari apa yang engkau resahkan, di sekitarmu. Mungkin kau punya pemikiran dan perasaan terpendam tentang kenapa orang lain melegalkan pacaran sebelum menikah? Kenapa orang lain senang merokok? Kenapa orang lain suka sekali bermacet-macetan di jalan? Kenapa orang lain lebih suka gratisan daripada bersedekah gila-gilaan? Siapa yang tahu tulisanmu menjadi solusi dan tabungan kebaikan?
Bahkan bukankah ketika kau tak punya ide menulis, kau tetap bisa menulis dengan judul "orang yang tak punya ide menulis" ?
Kau suka selfie? groufie? atau wefie? Aku yakin, menulis bisa dimulai dengan foto atau gambar. Kita bisa mendeskripsikan suasana dan kejadian di dalamnya. Gambar mungkin punya makna. Tapi ketika kau menambahkan tulisan, dengan kata-kata yang indah, kau akan mengangguk-angguk takjub, orang lain mungkin akan setuju bahwa gambar itu punya makna yang dalam dan indah.
Orang bijak berkata "dengan membaca, kita tahu dunia, dengan menulis, dunia tahu siapa kita"
Membaca dan menulis, mungkin terkesan biasa, bahkan tak penting bagi sebagian orang. Tapi bagiku, keduanya bukan hal yang bisa dinilai biasa.
Aku tau, kau senang sekali membaca, dan jika boleh meminta, aku ingin membaca serta merta tulisanmu, yang mungkin akan memesonaku.
Atau kau hanya ingin jadi silent reader? juga pengkritik dalam diam? tentu boleh, silakan. Hehe
Aku jadi teringat-ingat akan sebuah nasihat "jika kau bukan anak seorang raja, juga bukan anak seorang ulama besar, maka menulislah"
Maka dari nasihat itu, aku memutuskan untuk menulis, menjadi bagian dari sejarah, tapi bukan sekadar sejarah, sejarah yang kuharap membawa indah, dan mendatangkan barokah. Aamiin.
Menulis adalah caraku, sekadar menghibur yang lain, seperti koran pagi yang siap disantap para pembacanya.
Menulis adalah caraku, menyampaikan opini, meski orang lain mengernyitkan dahi atau turut menyetujui
Menulis adalah caraku, mengulas kembali di masa mendatang, apa-apa yang pernah aku tulis sekarang
Menulis kadang soal keindahan. Tapi keindahan memang relatif, tak ada tulisan yang indah, kau mungkin setuju bahwa tulisan terindah hanya yang berasal dari firman-firman-Nya, yang sekaligus menjadi pedoman bagi kehidupan kita.
Jika kau ingin lanjut menulis, maka menulislah sebagaimana manusia, karena kau memang(dan) bukan Tuhan. :)
Hai sayang, aku seringkali mendengar cerita yang kau tulis dan kau bacakan lewat bibirmu,
Sungguh, kau menginspirasiku untuk menulis ini,
Tulisan yang kuberi judul "Hai Sayang" adalah ungkapan tentang hidup, tentang kita, tentang mimpi, tentang cinta, dan tentang kesyukuranku kepada Sang Pencipta akan keajaiban bernama semesta, yang kualami sejak saat kita bertegur sapa
Barangkali ini memang bukan soal memaksamu, terlebih soal mengguruimu agar mau menulis.
Ini adalah soal apresiasiku, kepadamu, atas inspirasi yang datang dari kisahku dan kisahmu, ataupun kisah di sekitar kita.
Bila ada kebaikannya, ambil-lah sesukamu. Bila ada buruknya, tinggalkan saja. Bila ada kurangnya, beritahu aku, aku siap mengambil pelajaran lewat kesan dan saranmu. Terlebih, mampu memajukan pemikiranku, juga kamu. Semoga saja.
Demikianlah ini, yang sanggup aku tulis
Terimakasih telah setia menjadi pembaca dan pengkritik terbaik
Maaf soal ketidaksempurnaan yang ada di dalamnya
Selamat membaca dan menulis, sayang.. Namun terserah, kalau tidak mau. Aku akan tetap setuju.
Sampai jumpa di kisah selanjutnya.. di tulisan "ke-duabelas" :)
Aku mulai rindu. Kapan kita berjumpa(lagi)? Untuk sekadar berbagi kisah, bertukar opini. Semoga segera ya. Aamiin.
Aku minta maaf, karena selama ini hanya bisa menyapamu lewat tulisan
Mungkin kau baru sadar, mungkin juga kau tak peduli, tak apa, aku mengerti
Kau suka menulis kan? Boleh kutebak memang iya :)
Meskipun kau cuma menulis di media sosial, entah itu bahagia, bimbang, membara, atau sedang sepi menyedih, aku tau :)
Akupun sama, sebab bagiku, menulis adalah caraku mengungkapkan sesuatu yang tak sempat bahkan tak sanggup kuungkapkan secara langsung
Bukan karena aku pengecut, bukan!
Bukan karena aku tak bersyukur punya mulut, bukan!
Tapi karena sebuah tulisan lebih mampu mewakilkan segala perasaan dan logika yang kita punya
Kau boleh setuju, boleh juga tidak, itu pilihanmu
Pernahkah kau berkeinginan menulis, namun kau urungkan diam-diam?
Jika kau ragu tulisanmu jelek, kenapa begitu? Bukankah kita hanya perlu memulai? Menulis bukan melulu soal bagus kata-katanya kan? Tapi kukira, soal makna jauh lebih utama
Bukankah para penulis termasyhur selalu menjawab "sejatinya tak ada cara menulis yang benar-benar baik" ketika mereka ditanya "bagaimana cara menulis yang baik?"
Karena kupikir, jika memang ada, mungkin kau akan terpaku menggunakan EYD untuk sekadar update status, lucu juga jika harus membayangkannya, misal saja kau akan berkata "nggak penting banget sih lo!" menjadi "tidak penting sekali sih kamu!", terkesan seperti bercanda, tidak serius, orang lain mana mungkin jadi begitu peduli denganmu, tapi orang lain mungkin akan percaya bahwa bisa jadi kamu seorang melankolis, pujangga, atau seorang yang puitis
Kau boleh tau, mungkin juga sudah, aku senang dengan bahasa-bahasa syair atau puisi, yang tidak jarang meliuk-liuk syahdu, aku jadi ingat, guru bahasaku pernah bilang "yang tau pasti arti puisi hanyalah si penulis dan Tuhan" maka terkadang aku lebih suka mengungkapkan kesedihanku, kekecewaanku atau kekesalanku dengan bahasa yang lain, dengan kata yang lebih indah, karena kuingat kita punya bahasa yang mesti dijaga sejak hari sumpah pemuda bukan? karena kita memang tak perlu menyakiti hati orang lain dengan bahasa yang kotor, atau bahkan berapi-api
Mungkin keraguanmu tentang menulis, adalah ragu karena tulisanmu akan dikritik banyak orang? Jika tak ingin dikritik, diamlah. Bahkan di masa ini, engkau yang diam-diam saja tetap dikritik bukan? Oleh orang-orang yang merasa benar, padahal mereka sama buruknya dengan kita, sama-sama tak sampai hati membeli sebuah kereta jenazah kelak ketika mati, yang hanya sanggup sekadar mengganti uang sewa walau betapapun kekayaan harta yang kita miliki
Di luar sana, ada orang yang setuju denganmu bahkan ketika engkau salah, di luar sana ada pula orang yang tak setuju bahkan engkau benar sekalipun. Inilah hidup. Jika semuanya sama, tentu sudah kiamat dari dulu. Maka bergeraklah, karena jika kau tak ingin salah, kau takkan belajar
Bukankah kau ingin memajukan negaramu? Kupikir dengan menulis, siapa yang tau orang-orang di zamanmu akan berpikir lebih maju?
Bukankah kau ingin orang lain setuju dengan kebenaran dan kebaikan dalam keyakinanmu? Menulislah. Siapa yang tau bahwa Allah akan mendatangkan hidayah?
Bukankah kau ingin cintamu terungkapkan? Maka menulislah, siapa yang tau cintamu tersampaikan? Hehe
Jika kau tak tau apa yang harus kau tulis?
Mulailah dari apa yang engkau resahkan, di sekitarmu. Mungkin kau punya pemikiran dan perasaan terpendam tentang kenapa orang lain melegalkan pacaran sebelum menikah? Kenapa orang lain senang merokok? Kenapa orang lain suka sekali bermacet-macetan di jalan? Kenapa orang lain lebih suka gratisan daripada bersedekah gila-gilaan? Siapa yang tahu tulisanmu menjadi solusi dan tabungan kebaikan?
Bahkan bukankah ketika kau tak punya ide menulis, kau tetap bisa menulis dengan judul "orang yang tak punya ide menulis" ?
Kau suka selfie? groufie? atau wefie? Aku yakin, menulis bisa dimulai dengan foto atau gambar. Kita bisa mendeskripsikan suasana dan kejadian di dalamnya. Gambar mungkin punya makna. Tapi ketika kau menambahkan tulisan, dengan kata-kata yang indah, kau akan mengangguk-angguk takjub, orang lain mungkin akan setuju bahwa gambar itu punya makna yang dalam dan indah.
Orang bijak berkata "dengan membaca, kita tahu dunia, dengan menulis, dunia tahu siapa kita"
Membaca dan menulis, mungkin terkesan biasa, bahkan tak penting bagi sebagian orang. Tapi bagiku, keduanya bukan hal yang bisa dinilai biasa.
Aku tau, kau senang sekali membaca, dan jika boleh meminta, aku ingin membaca serta merta tulisanmu, yang mungkin akan memesonaku.
Atau kau hanya ingin jadi silent reader? juga pengkritik dalam diam? tentu boleh, silakan. Hehe
Aku jadi teringat-ingat akan sebuah nasihat "jika kau bukan anak seorang raja, juga bukan anak seorang ulama besar, maka menulislah"
Maka dari nasihat itu, aku memutuskan untuk menulis, menjadi bagian dari sejarah, tapi bukan sekadar sejarah, sejarah yang kuharap membawa indah, dan mendatangkan barokah. Aamiin.
Menulis adalah caraku, sekadar menghibur yang lain, seperti koran pagi yang siap disantap para pembacanya.
Menulis adalah caraku, menyampaikan opini, meski orang lain mengernyitkan dahi atau turut menyetujui
Menulis adalah caraku, mengulas kembali di masa mendatang, apa-apa yang pernah aku tulis sekarang
Menulis kadang soal keindahan. Tapi keindahan memang relatif, tak ada tulisan yang indah, kau mungkin setuju bahwa tulisan terindah hanya yang berasal dari firman-firman-Nya, yang sekaligus menjadi pedoman bagi kehidupan kita.
Jika kau ingin lanjut menulis, maka menulislah sebagaimana manusia, karena kau memang(dan) bukan Tuhan. :)
Hai sayang, aku seringkali mendengar cerita yang kau tulis dan kau bacakan lewat bibirmu,
Sungguh, kau menginspirasiku untuk menulis ini,
Tulisan yang kuberi judul "Hai Sayang" adalah ungkapan tentang hidup, tentang kita, tentang mimpi, tentang cinta, dan tentang kesyukuranku kepada Sang Pencipta akan keajaiban bernama semesta, yang kualami sejak saat kita bertegur sapa
Barangkali ini memang bukan soal memaksamu, terlebih soal mengguruimu agar mau menulis.
Ini adalah soal apresiasiku, kepadamu, atas inspirasi yang datang dari kisahku dan kisahmu, ataupun kisah di sekitar kita.
Bila ada kebaikannya, ambil-lah sesukamu. Bila ada buruknya, tinggalkan saja. Bila ada kurangnya, beritahu aku, aku siap mengambil pelajaran lewat kesan dan saranmu. Terlebih, mampu memajukan pemikiranku, juga kamu. Semoga saja.
Demikianlah ini, yang sanggup aku tulis
Terimakasih telah setia menjadi pembaca dan pengkritik terbaik
Maaf soal ketidaksempurnaan yang ada di dalamnya
Selamat membaca dan menulis, sayang.. Namun terserah, kalau tidak mau. Aku akan tetap setuju.
Sampai jumpa di kisah selanjutnya.. di tulisan "ke-duabelas" :)
setuju bung.. "berkatalah yang baik atau menulis"
ReplyDeleteditunggu judul lainnya ;)
hai sayang!!.. tulisannya seperti sekuel cerita..nice post bang zafran. oiya salam kenal :)
ReplyDeletediam(sembari menulis) atau berkata baik ? hahaha..
ReplyDeleteinsya Allah, mohon bersabar! :)
thanks!
ReplyDeletesalam kenal juga uke! ;)