Memang benar, saya pernah upload foto cover belakang buku Rumah Tangga dan bilang ke Bang @fahdpahdepie via akun instagram "salah satu novel teromantis yang pernah saya baca" :) Jujur, saya menyukai karya Bang Fahd yang satu ini--setelah Novel Tak Sempurna.
Dan masih tergambar jelas dalam ingatan, bagaimana buku Rumah Tangga karya Bang Fahd Pahdepie ini jadi salah satu koleksi saya. Awalnya saya berniat untuk ikut pre-order. Tapi setelah saya tanya Bang Fahd @fahdpahdepie di tanggal 25 Juni 2015, beliau bilang: "PO udah ditutup, tunggu awal Juli aja ya.." ini berarti saya harus bersabar.
Singkat cerita, akhirnya saya order online, meskipun sempat pengiriman bukunya terlambat. Tapi itu bukan masalah, karena pada akhirnya buku sampai ke rumah. Alhamdulillah. Saya senang!
Tapi, bukunya malah masuk ke waiting list, menunggu untuk dibaca. Kebetulan, ada buku lain yang belum habis saya baca. Jangan marah Bang Fahd. Haha
Dan sampailah pada waktunya, sepulang kerja, naik angkutan umum S10. Dari Bintaro ke arah Ciputat. Menikmati 'kemacetan' di sore hari memang paling asyik sembari baca buku. Dan buku Rumah Tangga jadi teman perjalanan yang berkesan. Atau kadang, saya lanjut baca di kasur, kalau sudah di rumah mau tidur.
Penggalan sinopsisnya sudah keren, apalagi ketika saya jadikan pm, beberapa sahabat saya jadi komen ‘suka ih, Ini kata2 siapa yang buat? Kamu?’ langsung saya jawab ‘bukan. Dari bukunya Bang Fahd’
Saya seorang phlegmatis bukan melankolis. Tetapi, dari lembaran-lembaran awal ini, Bang Fahd hampir membuat saya menangis, melow sendirian di kursi paling belakang angkutan umum. Seingat saya, waktu itu satu angkutan semuanya perempuan, kecuali saya dan supirnya. Dan tidak mungkin saya menangis di depan mereka kan? Hahaha. Tapi jujur, mata saya mulai berkaca-kaca sejak membaca ‘Keputusan Terbaik dalam Hidupku’. Fix, Remaja kekinian bilang, saya jadi 'baper' atau 'bawa perasaan'.
Saya pribadi tercengang, sekaligus sangat kagum dengan cara Bang Fahd, ketika menyampaikan semuanya kepada kedua orang tua Bang Fahd di akhir-akhir tulisan ‘Maafkan Aku yang Mencintai Sekaligus Melukaimu’ dan ‘Keyakinan itu’ tentang obrolan menikah, bersama orang tua. Mengingat, saya adalah pemuda yang sudah berkeinginan menikah, namun belum diberi lampu hijau oleh orang tua saya. Bisa jadi karena saya anak paling bungsu yang harus sabar menunggu? Bisa jadi saya harus memantaskan diri dahulu? Atau bisa jadi saya memang belum cukup pantas menyandang gelar 'suami'? Entahlah, tapi saya jadi bersemangat, sedikit banyak, tulisan Bang Fahd sudah menyuplai energi positif bagi saya agar lebih mantap pada rencana untuk meminta restu kepada keduanya.
Setiap kejadian yang tergambar di buku, membuat saya jadi lebih berempati. Bang Fahd begitu mudah mengajak saya ke dunia Bang Fahd, yang jelas-jelas, belum pernah saya alami, kecuali jatuh cinta. Hehehe.
Saya jadi berkaca sendiri, bagaimana kelak jika saya berada pada posisi yang sama dengan Bang Fahd? sebagai pemuda yang ingin menikahi orang yang dicintai. Apakah saya harus demikian? Menikah di usia muda? seperti yang Bang Fahd gambarkan dalam ‘The Proposal’ yang secara tidak langsung menyinggung usia saya sekarang, 23 tahun. Saya memang punya keinginan menikah di usia muda, tentu dengan perempuan yang saya ‘sukai’ sampai saya menuliskan ini. Tapi bagaimana mungkin, menikah tanpa memberi kepastian perasaan kepadanya? Ah, tiba-tiba saya jadi kepikiran terus soal ini. Soal menikahi orang yang kita cintai, dan mencintai orang yang kita nikahi. Mungkin Bang Fahd punya solusi atas pribadi yang kebingungan ini? Haha
Juga tulisan yang selalu terngiang di kepala tentang ‘Tumbuh Bersama’. Bang Fahd meminta saya untuk mengubah mindset tentang: Di balik laki-laki yang hebat ada perempuan yang luar biasa menjadi: bersama laki-laki yang hebat ada perempuan yang luar biasa. Saya langsung mengubahnya, karena memang saya sangat setuju, laki-laki tidak harus merasa menjadi sosok yang ‘sok’ dominan, sementara perempuan selalu dibelakang, ‘selalu direndahkan’.
Buku yang keren selalu punya kritik pedas-berkualitas. Lewat ‘Pakaian Istri, Kemuliaan Suami’ yang rasanya begitu ‘jleb’, Bang Fahd beberkan kesalahan sederhana yang seharusnya tidak mendarah daging, yakni menjadikan pasangan sebagai bahan lelucon. Yang memang di kenyataannya, hal itu dianggap lumrah atau sepele oleh masyarakat kebanyakan. Jangankan ketika sudah menikah, yang belum menikahpun banyak yang demikian terhadap pasangan. Tapi sekali lagi, secara tidak langsung, subjudul ‘Pakaian Istri, Kemuliaan Suami’ di Buku Rumah Tangga, jadi tambahan ilmu bagi saya bagaimana kelak bersikap ‘mulia’ terhadap istri. Saya harus bisa!
Dan nasihat via ‘Rollercoaster Pernikahan’. Meskipun yang dituliskan tertuju pada Bang ‘Futih’ dan Mbak ‘Rela’ tapi yang saya cerna: nasihat itu tertuju untuk kami yang saat ini berkeinginan menikah dengan orang yang kami cintai. Terimakasih, Bang Fahd atas kebaikan hati untuk berbagi ilmu dan pengalamannya.
Di buku ini, saya tidak melihat adanya penggambaran kemewahan, kekayaan, dan cinta yang berlebihan. Malah yang saya lihat adalah tentang keyakinan, kebersamaan, kekuatan dan kebahagiaan dengan cinta yang sederhana. Ya, saya selalu percaya pada cinta yang sederhana, akan memupuk kebahagiaan. Semoga kami para pembaca, bisa meniru segala kebaikan yang Bang Fahd tuliskan. Aamiin.
Saya kira, Rumah Tangga memang bukan buku Pedoman Menikah. Tapi mungkin, Rumah Tangga adalah sebuah buku saku bagi siapapun yang mempersiapkan diri membangun tangga menuju surga-Nya. Sekedar pengingat di kala lupa. Tidak ada salahnya coba membaca, bukan? Jadi, buat yang belum baca, Yuk Nikah! *eh Yuk baca! :D
Banyak hal sederhana yang luar biasa yang seringkali kita lupakan, bahkan kita sepelekan. Di buku Rumah Tangga, Bang Fahd seolah menjadikan semua itu sebagai sebuah ‘pencerahan’ instan atas sikap dan kebaikan-kebaikan yang sudah seharusnya kita rutinkan dalam ikatan dengan orang-orang yang kita kasihi.
Kiranya, demikian yang bisa saya tuliskan. Apalagi yang harus saya review(baca: curhatin)? Bukunya sudah lebih dari sekadar keren!
Dan sisanya, Izinkan saya berdoa, Bang Fahd. Semoga review ini ada manfaatnya. Semoga buku Rumah Tangga bisa selalu diambil manfaatnya. Aamiin.
Semoga siapapun yang membaca tidak bertanya di mana sempurnanya review dan buku Rumah Tangga ini. Karena kita tahu, kesempurnaan tidak ada pada diri kita. :)
Sekali lagi, terimakasih Bang Fahd, atas kebaikan hati utuk berbagi ilmu dan pengalamannya. Sampai jumpa di 16 Agustus! Hehehe.
Keep inspiring us, Bang Fahd! Dan selalu berkah, terkhusus untuk Rumah Tangganya bersama Teh Rizqa Abidin dan dua malaikat kecil, Kalky & Kemi! Aamiin.
Salam,
na.su.ha.
Dan masih tergambar jelas dalam ingatan, bagaimana buku Rumah Tangga karya Bang Fahd Pahdepie ini jadi salah satu koleksi saya. Awalnya saya berniat untuk ikut pre-order. Tapi setelah saya tanya Bang Fahd @fahdpahdepie di tanggal 25 Juni 2015, beliau bilang: "PO udah ditutup, tunggu awal Juli aja ya.." ini berarti saya harus bersabar.
Singkat cerita, akhirnya saya order online, meskipun sempat pengiriman bukunya terlambat. Tapi itu bukan masalah, karena pada akhirnya buku sampai ke rumah. Alhamdulillah. Saya senang!
Tapi, bukunya malah masuk ke waiting list, menunggu untuk dibaca. Kebetulan, ada buku lain yang belum habis saya baca. Jangan marah Bang Fahd. Haha
Dan sampailah pada waktunya, sepulang kerja, naik angkutan umum S10. Dari Bintaro ke arah Ciputat. Menikmati 'kemacetan' di sore hari memang paling asyik sembari baca buku. Dan buku Rumah Tangga jadi teman perjalanan yang berkesan. Atau kadang, saya lanjut baca di kasur, kalau sudah di rumah mau tidur.
Penggalan sinopsisnya sudah keren, apalagi ketika saya jadikan pm, beberapa sahabat saya jadi komen ‘suka ih, Ini kata2 siapa yang buat? Kamu?’ langsung saya jawab ‘bukan. Dari bukunya Bang Fahd’
Saya seorang phlegmatis bukan melankolis. Tetapi, dari lembaran-lembaran awal ini, Bang Fahd hampir membuat saya menangis, melow sendirian di kursi paling belakang angkutan umum. Seingat saya, waktu itu satu angkutan semuanya perempuan, kecuali saya dan supirnya. Dan tidak mungkin saya menangis di depan mereka kan? Hahaha. Tapi jujur, mata saya mulai berkaca-kaca sejak membaca ‘Keputusan Terbaik dalam Hidupku’. Fix, Remaja kekinian bilang, saya jadi 'baper' atau 'bawa perasaan'.
Saya pribadi tercengang, sekaligus sangat kagum dengan cara Bang Fahd, ketika menyampaikan semuanya kepada kedua orang tua Bang Fahd di akhir-akhir tulisan ‘Maafkan Aku yang Mencintai Sekaligus Melukaimu’ dan ‘Keyakinan itu’ tentang obrolan menikah, bersama orang tua. Mengingat, saya adalah pemuda yang sudah berkeinginan menikah, namun belum diberi lampu hijau oleh orang tua saya. Bisa jadi karena saya anak paling bungsu yang harus sabar menunggu? Bisa jadi saya harus memantaskan diri dahulu? Atau bisa jadi saya memang belum cukup pantas menyandang gelar 'suami'? Entahlah, tapi saya jadi bersemangat, sedikit banyak, tulisan Bang Fahd sudah menyuplai energi positif bagi saya agar lebih mantap pada rencana untuk meminta restu kepada keduanya.
Setiap kejadian yang tergambar di buku, membuat saya jadi lebih berempati. Bang Fahd begitu mudah mengajak saya ke dunia Bang Fahd, yang jelas-jelas, belum pernah saya alami, kecuali jatuh cinta. Hehehe.
Saya jadi berkaca sendiri, bagaimana kelak jika saya berada pada posisi yang sama dengan Bang Fahd? sebagai pemuda yang ingin menikahi orang yang dicintai. Apakah saya harus demikian? Menikah di usia muda? seperti yang Bang Fahd gambarkan dalam ‘The Proposal’ yang secara tidak langsung menyinggung usia saya sekarang, 23 tahun. Saya memang punya keinginan menikah di usia muda, tentu dengan perempuan yang saya ‘sukai’ sampai saya menuliskan ini. Tapi bagaimana mungkin, menikah tanpa memberi kepastian perasaan kepadanya? Ah, tiba-tiba saya jadi kepikiran terus soal ini. Soal menikahi orang yang kita cintai, dan mencintai orang yang kita nikahi. Mungkin Bang Fahd punya solusi atas pribadi yang kebingungan ini? Haha
Juga tulisan yang selalu terngiang di kepala tentang ‘Tumbuh Bersama’. Bang Fahd meminta saya untuk mengubah mindset tentang: Di balik laki-laki yang hebat ada perempuan yang luar biasa menjadi: bersama laki-laki yang hebat ada perempuan yang luar biasa. Saya langsung mengubahnya, karena memang saya sangat setuju, laki-laki tidak harus merasa menjadi sosok yang ‘sok’ dominan, sementara perempuan selalu dibelakang, ‘selalu direndahkan’.
Buku yang keren selalu punya kritik pedas-berkualitas. Lewat ‘Pakaian Istri, Kemuliaan Suami’ yang rasanya begitu ‘jleb’, Bang Fahd beberkan kesalahan sederhana yang seharusnya tidak mendarah daging, yakni menjadikan pasangan sebagai bahan lelucon. Yang memang di kenyataannya, hal itu dianggap lumrah atau sepele oleh masyarakat kebanyakan. Jangankan ketika sudah menikah, yang belum menikahpun banyak yang demikian terhadap pasangan. Tapi sekali lagi, secara tidak langsung, subjudul ‘Pakaian Istri, Kemuliaan Suami’ di Buku Rumah Tangga, jadi tambahan ilmu bagi saya bagaimana kelak bersikap ‘mulia’ terhadap istri. Saya harus bisa!
Dan nasihat via ‘Rollercoaster Pernikahan’. Meskipun yang dituliskan tertuju pada Bang ‘Futih’ dan Mbak ‘Rela’ tapi yang saya cerna: nasihat itu tertuju untuk kami yang saat ini berkeinginan menikah dengan orang yang kami cintai. Terimakasih, Bang Fahd atas kebaikan hati untuk berbagi ilmu dan pengalamannya.
Di buku ini, saya tidak melihat adanya penggambaran kemewahan, kekayaan, dan cinta yang berlebihan. Malah yang saya lihat adalah tentang keyakinan, kebersamaan, kekuatan dan kebahagiaan dengan cinta yang sederhana. Ya, saya selalu percaya pada cinta yang sederhana, akan memupuk kebahagiaan. Semoga kami para pembaca, bisa meniru segala kebaikan yang Bang Fahd tuliskan. Aamiin.
Saya kira, Rumah Tangga memang bukan buku Pedoman Menikah. Tapi mungkin, Rumah Tangga adalah sebuah buku saku bagi siapapun yang mempersiapkan diri membangun tangga menuju surga-Nya. Sekedar pengingat di kala lupa. Tidak ada salahnya coba membaca, bukan? Jadi, buat yang belum baca, Yuk Nikah! *eh Yuk baca! :D
Banyak hal sederhana yang luar biasa yang seringkali kita lupakan, bahkan kita sepelekan. Di buku Rumah Tangga, Bang Fahd seolah menjadikan semua itu sebagai sebuah ‘pencerahan’ instan atas sikap dan kebaikan-kebaikan yang sudah seharusnya kita rutinkan dalam ikatan dengan orang-orang yang kita kasihi.
Kiranya, demikian yang bisa saya tuliskan. Apalagi yang harus saya review(baca: curhatin)? Bukunya sudah lebih dari sekadar keren!
Dan sisanya, Izinkan saya berdoa, Bang Fahd. Semoga review ini ada manfaatnya. Semoga buku Rumah Tangga bisa selalu diambil manfaatnya. Aamiin.
Semoga siapapun yang membaca tidak bertanya di mana sempurnanya review dan buku Rumah Tangga ini. Karena kita tahu, kesempurnaan tidak ada pada diri kita. :)
Sekali lagi, terimakasih Bang Fahd, atas kebaikan hati utuk berbagi ilmu dan pengalamannya. Sampai jumpa di 16 Agustus! Hehehe.
Keep inspiring us, Bang Fahd! Dan selalu berkah, terkhusus untuk Rumah Tangganya bersama Teh Rizqa Abidin dan dua malaikat kecil, Kalky & Kemi! Aamiin.
Salam,
na.su.ha.
Comments
Post a Comment